untung99.homes: Android sistem operasi Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas
Untung99 menawarkan beragam permainan yang menarik, termasuk slot online, poker, roulette, blackjack, dan taruhan olahraga langsung. Dengan koleksi permainan yang lengkap dan terus diperbarui, pemain memiliki banyak pilihan untuk menjaga kegembiraan mereka. Selain itu, Untung99 juga menyediakan bonus dan promosi menarik yang meningkatkan peluang kemenangan dan memberikan nilai tambah kepada pemain.
Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian untung99.homes dengan judul untung99.homes: Android sistem operasi Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas yang telah tayang di untung99.homes terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di koresponden@untung99.homes, Terimakasih.
Sebagian dari artikel ini (yang berkaitan dengan November 2018) memerlukan pemutakhiran informasi. Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia. |
Android (/ˈæn.drɔɪd/; AN-droyd) adalah sistem operasi berbasis Linux dengan kode sumber terbuka dan berlisensi APACHE 2.0 yang dirancang beragam untuk perangkat bergerak layar sentuh seperti telepon pintar dan komputer tablet.[1][2] Android awalnya dikembangkan oleh Android, Inc., dengan dukungan finansial dari Google, yang kemudian membelinya pada tahun 2005.[3] Sistem operasi ini dirilis secara resmi pada tahun 2007, bersamaan dengan didirikannya Open Handset Alliance, konsorsium dari perusahaan-perusahaan perangkat keras, perangkat lunak, dan telekomunikasi yang bertujuan untuk memajukan standar terbuka perangkat seluler.[4] Ponsel Android pertama mulai dijual pada bulan Oktober 2008.[5]
Antarmuka pengguna Android umumnya berupa manipulasi langsung, menggunakan gerakan sentuh yang serupa dengan tindakan nyata, misalnya menggeser, mengetuk, dan mencubit untuk memanipulasi objek di layar, serta papan ketik virtual untuk menulis teks. Selain perangkat layar sentuh, Google juga telah mengembangkan Android TV untuk televisi, Android Auto untuk mobil, dan Android Wear untuk jam tangan, masing-masingnya memiliki antarmuka pengguna yang berbeda. Varian Android juga digunakan pada laptop, konsol permainan, kamera digital, dan peralatan elektronik lainnya.[6]
Android adalah sistem operasi dengan sumber terbuka, dan Google merilis kodenya di bawah Lisensi Apache.[2] Kode dengan sumber terbuka dan lisensi perizinan pada Android memungkinkan perangkat lunak untuk dimodifikasi secara bebas dan didistribusikan oleh para pembuat perangkat, operator nirkabel, dan pengembang aplikasi. Selain itu, Android memiliki sejumlah besar komunitas pengembang aplikasi (apps) yang memperluas fungsionalitas perangkat, umumnya ditulis dalam versi kustomisasi bahasa pemrograman Java.[7] Pada bulan Oktober 2013, ada lebih dari satu juta aplikasi yang tersedia untuk Android, dan sekitar 50 miliar aplikasi telah diunduh dari Google Play, toko aplikasi utama Android.[8][9] Sebuah survei pada bulan April-Mei 2013 menemukan bahwa Android adalah platform paling populer bagi para pengembang, digunakan oleh 71% pengembang aplikasi bergerak.[10] Di Google I/O 2014, Google melaporkan terdapat lebih dari satu miliar pengguna aktif bulanan Android, meningkat dari 583 juta pada bulan Juni 2013.[11]
Faktor-faktor di atas telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan Android, menjadikannya sebagai sistem operasi telepon pintar yang paling banyak digunakan di dunia,[12] mengalahkan Symbian pada tahun 2010.[13] Android juga menjadi pilihan bagi perusahaan teknologi yang menginginkan sistem operasi berbiaya rendah, bisa dikustomisasi, dan ringan untuk perangkat berteknologi tinggi tanpa harus mengembangkannya dari awal.[14] Sifat Android yang terbuka juga telah mendorong munculnya sejumlah besar komunitas pengembang aplikasi untuk menggunakan kode sumber terbuka sebagai dasar proyek pembuatan aplikasi, dengan menambahkan fitur-fitur baru bagi pengguna tingkat lanjut atau mengoperasikan Android pada perangkat yang secara resmi dirilis dengan menggunakan sistem operasi lain.[15]
Pada November 2013, Android menguasai pangsa pasar telepon pintar global, yang dipimpin oleh produk-produk Samsung, dengan persentase 64% pada bulan Maret 2013.[16] Pada Juli 2013, terdapat 11.868 perangkat Android berbeda dengan beragam versi.[17] Keberhasilan sistem operasi ini juga menjadikannya sebagai target ligitasi paten “perang telepon pintar” antar perusahaan-perusahaan teknologi.[18][19] Hingga bulan Mei 2013, total 900 juta perangkat Android telah diaktifkan di seluruh dunia, dan 48 miliar aplikasi telah dipasang dari Google Play.[20][21]
Sejarah
Android, Inc. didirikan di Palo Alto, California, pada bulan Oktober 2003 oleh Andy Rubin (pendiri Danger),[22] Rich Miner (pendiri Wildfire Communications, Inc.),[23] Nick Sears[24] (mantan VP T-Mobile), dan Chris White (kepala desain dan pengembangan antarmuka WebTV)[3] untuk mengembangkan "perangkat seluler pintar yang lebih sadar akan lokasi dan preferensi penggunanya".[3] Tujuan awal pengembangan Android adalah untuk mengembangkan sebuah sistem operasi canggih yang diperuntukkan bagi kamera digital. Namun, disadari bahwa pasar untuk perangkat tersebut tidak cukup besar, dan pengembangan Android lalu dialihkan bagi pasar telepon pintar untuk menyaingi Symbian dan Windows Mobile (iPhone Apple belum dirilis pada saat itu).[25] Meskipun para pengembang Android adalah pakar-pakar teknologi yang berpengalaman, Android Inc. dioperasikan secara diam-diam, hanya diungkapkan bahwa para pengembang sedang menciptakan sebuah perangkat lunak yang diperuntukkan bagi telepon seluler.[3] Masih pada tahun yang sama, Rubin kehabisan uang. Steve Perlman, seorang teman dekat Rubin meminjamkan $10.000 tunai dan menolak tawaran saham di perusahaan.[26]
Google mengakuisisi Android Inc. pada tanggal 17 Agustus 2005, menjadikannya sebagai anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Google. Pendiri Android Inc. seperti Rubin, Miner dan White tetap bekerja di perusahaan setelah diakuisisi oleh Google.[3] Setelah itu, tidak banyak yang diketahui tentang perkembangan Android Inc., tetapi banyak anggapan yang menyatakan bahwa Google berencana untuk memasuki pasar telepon seluler dengan tindakannya ini.[3] Di Google, tim yang dipimpin oleh Rubin mulai mengembangkan platform perangkat seluler dengan menggunakan kernel Linux. Google memasarkan platform tersebut kepada produsen perangkat seluler dan operator nirkabel, dengan janji bahwa mereka menyediakan sistem yang fleksibel dan bisa diperbarui. Google telah memilih beberapa mitra perusahaan perangkat lunak dan perangkat keras, serta mengisyaratkan kepada operator seluler bahwa kerja sama ini terbuka bagi siapapun yang ingin berpartisipasi.[27][28][29]
Spekulasi tentang niat Google untuk memasuki pasar komunikasi seluler terus berkembang hingga bulan Desember 2006.[30] BBC dan Wall Street Journal melaporkan bahwa Google sedang bekerja keras untuk menyertakan aplikasi dan mesin pencarinya di perangkat seluler. Berbagai media cetak dan media daring mengabarkan bahwa Google sedang mengembangkan perangkat seluler dengan merek Google. Beberapa di antaranya berspekulasi bahwa Google telah menentukan spesifikasi teknisnya, termasuk produsen telepon seluler dan operator jaringan. Pada bulan Desember 2007, InformationWeek melaporkan bahwa Google telah mengajukan beberapa aplikasi paten di bidang telepon seluler.[31][32]
Pada tanggal 5 November 2007, Open Handset Alliance (OHA) didirikan. OHA adalah konsorsium dari perusahaan-perusahaan teknologi seperti Google, produsen perangkat seluler seperti HTC, Sony dan Samsung, operator nirkabel seperti Sprint Nextel dan T-Mobile, serta produsen chipset seperti Qualcomm dan Texas Instruments. OHA sendiri bertujuan untuk mengembangkan standar terbuka bagi perangkat seluler.[4] Saat itu, Android diresmikan sebagai produk pertamanya; sebuah platform perangkat seluler yang menggunakan kernel Linux versi 2.6.[4] Telepon seluler komersial pertama yang menggunakan sistem operasi Android adalah HTC Dream, yang diluncurkan pada 22 Oktober 2008.[33]
Pada tahun 2010, Google merilis seri Nexus; perangkat telepon pintar dan tablet dengan sistem operasi Android yang diproduksi oleh mitra produsen telepon seluler seperti HTC, LG, dan Samsung. HTC bekerja sama dengan Google dalam merilis produk telepon pintar Nexus pertama, yakni Nexus One.[34] Seri ini telah diperbarui dengan perangkat yang lebih baru, misalnya telepon pintar Nexus 4 dan tablet Nexus 10 yang diproduksi oleh LG dan Samsung.[35] Pada 15 Oktober 2014, Google mengumumkan Nexus 6 dan Nexus 9 yang diproduksi oleh Motorola dan HTC.[36] Pada 13 Maret 2013, Larry Page mengumumkan dalam postingan blognya bahwa Andy Rubin telah pindah dari divisi Android untuk mengerjakan proyek-proyek baru di Google.[37] Ia digantikan oleh Sundar Pichai, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala divisi Google Chrome, yang mengembangkan Chrome OS.[35]
Sejak tahun 2008, Android secara bertahap telah melakukan sejumlah pembaruan untuk meningkatkan kinerja sistem operasi, menambahkan fitur baru, dan memperbaiki bug yang terdapat pada versi sebelumnya. Setiap versi utama yang dirilis dinamakan secara alfabetis berdasarkan nama-nama makanan pencuci mulut atau camilan bergula; misalnya, versi 1.5 bernama Cupcake, yang kemudian diikuti oleh versi 1.6 Donut. Versi terbaru adalah 12, yang dirilis pada 4 Oktober 2021.[38]
Fitur
Antarmuka
Antarmuka pengguna pada Android didasarkan pada manipulasi langsung,[39] menggunakan masukan sentuh yang serupa dengan tindakan di dunia nyata, misalnya menggesek (swiping), mengetuk (tapping), dan mencubit (pinching), untuk memanipulasi objek di layar.[39] Masukan pengguna direspon dengan cepat dan juga tersedia antarmuka sentuh layaknya permukaan air, sering kali menggunakan kemampuan getaran perangkat untuk memberikan umpan balik haptik kepada pengguna. Perangkat keras internal seperti akselerometer, giroskop, dan sensor proksimitas digunakan oleh beberapa aplikasi untuk merespon tindakan pengguna, misalnya untuk menyesuaikan posisi layar dari potret ke lanskap, tergantung pada bagaimana perangkat diposisikan, atau memungkinkan pengguna untuk mengarahkan kendaraan saat bermain balapan dengan memutar perangkat sebagai simulasi kendali setir.[40]
Ketika dihidupkan, perangkat Android akan memuat pada layar depan (homescreen), yakni navigasi utama dan pusat informasi pada perangkat, serupa dengan desktop pada komputer pribadi. Layar depan Android biasanya terdiri dari ikon aplikasi dan widget; ikon aplikasi berfungsi untuk menjalankan aplikasi terkait, sedangkan widget menampilkan konten secara langsung dan terbarui otomatis, misalnya prakiraan cuaca, kotak masuk surel pengguna, atau menampilkan tiker berita secara langsung dari layar depan.[41] Layar depan bisa terdiri dari beberapa halaman, pengguna dapat menggeser bolak balik antara satu halaman ke halaman lainnya, yang memungkinkan pengguna Android untuk mengatur tampilan perangkat sesuai dengan selera mereka. Beberapa aplikasi pihak ketiga yang tersedia di Google Play dan di toko aplikasi lainnya secara ekstensif mampu mengatur kembali tema layar depan Android, dan bahkan bisa meniru tampilan sistem operasi lain, misalnya Windows Phone.[42] Kebanyakan produsen telepon seluler dan operator nirkabel menyesuaikan tampilan perangkat Android buatan mereka untuk membedakannya dari pesaing mereka.[43]
Di bagian atas layar terdapat status bar, yang menampilkan informasi tentang perangkat dan konektivitasnya. Status bar ini bisa "ditarik" ke bawah untuk membuka layar notifikasi yang menampilkan informasi penting atau pembaruan aplikasi, misalnya surel diterima atau SMS masuk, dengan cara tidak mengganggu kegiatan pengguna pada perangkat.[44] Pada versi awal Android, layar notifikasi ini bisa digunakan untuk membuka aplikasi yang relevan. Namun, setelah diperbarui, fungsi ini semakin disempurnakan, misalnya kemampuan untuk memanggil kembali nomor telepon dari notifikasi panggilan tak terjawab tanpa harus membuka aplikasi utama.[45] Notifikasi ini akan tetap ada sampai pengguna melihatnya, atau dihapus dan di nonaktifkan oleh pengguna.
Aplikasi
Android memungkinkan penggunanya untuk memasang aplikasi pihak ketiga, baik yang diperoleh dari toko aplikasi seperti Google Play, Amazon Appstore, ataupun dengan mengunduh dan memasang berkas APK dari situs pihak ketiga.[46] Di Google Play, pengguna bisa menjelajah, mengunduh, dan memperbarui aplikasi yang diterbitkan oleh Google dan pengembang pihak ketiga, sesuai dengan persyaratan kompatibilitas Google.[47] Google Play akan menyaring daftar aplikasi yang tersedia berdasarkan kompatibilitasnya dengan perangkat pengguna, dan pengembang dapat membatasi aplikasi ciptaan mereka bagi operator atau negara tertentu untuk alasan bisnis.[48] Pembelian aplikasi yang tidak sesuai dengan keinginan pengguna dapat dikembalikan dalam waktu 15 menit setelah pengunduhan.[49] Beberapa operator seluler juga menawarkan tagihan langsung untuk pembelian aplikasi di Google Play dengan cara menambahkan harga pembelian aplikasi pada tagihan bulanan pengguna.[50] Pada bulan September 2012, ada lebih dari 675.000 aplikasi yang tersedia untuk Android, dan perkiraan jumlah aplikasi yang diunduh dari Play Store adalah 25 miliar.[51]
Aplikasi Android dikembangkan dalam bahasa pemrograman Java dengan menggunakan kit pengembangan perangkat lunak Android (SDK). SDK ini terdiri dari seperangkat perkakas pengembangan,[52] termasuk debugger, perpustakaan perangkat lunak, emulator handset yang berbasis QEMU, dokumentasi, kode sampel, dan tutorial. Didukung secara resmi oleh lingkungan pengembangan terpadu (IDE) Eclipse, yang menggunakan plugin Android Development Tools (ADT). Perkakas pengembangan lain yang tersedia di antaranya adalah Native Development Kit untuk aplikasi atau ekstensi dalam C atau C++, Google App Inventor, lingkungan visual untuk pemrogram pemula, dan berbagai kerangka kerja aplikasi web seluler lintas platform.
Dalam rangka menghadapi penyensoran Internet di Republik Rakyat Tiongkok, perangkat Android yang dijual di RRT umumnya disesuaikan dengan layanan yang disetujui oleh negara.[53]
Pengelolaan memori
Karena perangkat Android umumnya bertenaga baterai, Android dirancang untuk mengelola memori (RAM) guna menjaga konsumsi daya minimal, berbeda dengan sistem operasi desktop yang bisa terhubung pada sumber daya listrik tak terbatas. Ketika sebuah aplikasi Android tidak lagi digunakan, sistem secara otomatis akan menangguhkannya (suspend) dalam memori – secara teknis aplikasi tersebut masih "terbuka", jika ditangguhkan maka aplikasi tidak akan mengonsumsi sumber daya (misalnya daya baterai atau daya pemrosesan), dan akan "diam" di latar belakang hingga aplikasi tersebut digunakan kembali. Cara ini memiliki manfaat ganda, tidak hanya meningkatkan respon perangkat Android karena aplikasi tidak perlu ditutup dan dibuka kembali dari awal setiap saat, tetapi juga memastikan bahwa aplikasi yang berjalan di latar belakang tidak menghabiskan daya secara sia-sia.[54]
Android mengelola aplikasi yang tersimpan di memori secara otomatis: ketika memori lemah, sistem akan menonaktifkan aplikasi dan proses yang tidak aktif untuk sementara waktu, aplikasi akan dinonaktifkan dalam urutan terbalik, dimulai dari yang terakhir digunakan. Proses ini tidak terlihat oleh pengguna, jadi pengguna tidak perlu mengelola memori atau menonaktifkan aplikasi secara manual.[55] Namun, kebingungan pengguna atas pengelolaan memori pada Android telah menyebabkan munculnya beberapa aplikasi task killer pihak ketiga yang populer di Google Play.[56]
Persyaratan perangkat keras
Hingga November 2013, versi terbaru Android membutuhkan setidaknya 512 MB RAM,[57] prosesor ARMv7 32-bit, arsitektur MIPS, atau x86,[58] serta unit pemroses grafis (GPU) kompatibel OpenGL ES 2.0.[59]
Platform perangkat keras utama pada Android adalah arsitektur ARM. Ada juga dukungan untuk x86 dari proyek Android-x86,[58] dan Google TV menggunakan versi x86 khusus Android. Pada tahun 2013, Freescale mengumumkan melibatkan Android dalam prosesor i.MX buatannya, yakni seri i.MX5X dan i.MX6X.[60] Pada 2012, prosesor Intel juga mulai muncul pada platform utama Android, misalnya pada telepon seluler.[61]
Beberapa komponen perangkat keras tidak diperlukan, tetapi sudah menjadi standar di perangkat tertentu. Beberapa fitur awalnya dibutuhkan sebagai persyaratan, kemudian ditiadakan. Setelah Android menjadi OS telepon pintar, beberapa perangkat keras, seperti mikrofon, lambat laun berubah menjadi perangkat opsional. Selain itu, kamera ditetapkan sebagai perangkat wajib bagi ponsel-ponsel Android.[62] Perangkat Android menggabungkan berbagai komponen perangkat keras opsional, termasuk kamera video, GPS, sensor orientasi perangkat keras, kontrol permainan, akselerometer, giroskop, barometer, magnetometer, sensor proksimitas, sensor tekanan, termometer, dan layar sentuh.
Android mendukung OpenGL ES 1.1, 2.0, dan 3.0. Beberapa aplikasi secara eksplisit mengharuskan versi tertentu dari OpenGL ES, sehingga perangkat keras GPU yang cocok diperlukan bagi perangkat Android untuk menjalankan aplikasi tertentu.[59]
Pengembangan
Android dikembangkan secara pribadi oleh Google sampai perubahan terbaru dan pembaruan siap untuk dirilis, dan informasi mengenai kode sumber juga mulai diungkapkan kepada publik.[63] Kode sumber ini hanya akan berjalan tanpa modifikasi pada perangkat tertentu, biasanya pada seri Nexus.[64] Ada binari tersendiri yang disediakan oleh produsen agar Android bisa beroperasi.[65]
Logo Android yang berwarna hijau awalnya dirancang untuk Google pada tahun 2007 oleh desainer grafis Irina Blok.[66][67][68] Tim desain ditugaskan dengan sebuah proyek untuk membuat sebuah ikon universal yang mudah dikenali dengan menyertakan ikon robot secara spesifik dalam desain akhir. Setelah sejumlah perkembangan desain yang didasarkan pada tema-tema fiksi ilmiah dan film luar angkasa, tim akhirnya mendapat inspirasi dari simbol manusia yang terdapat di pintu toilet, dan memodifikasi bentuknya menjadi bentuk robot. Karena Android adalah perangkat lunak sumber terbuka, disepakati bahwa logo tersebut juga harus terbuka, dan sejak diluncurkan, logo hijau tersebut telah didesain ulang kembali dalam berbagai variasi yang tak terhitung jumlahnya.[69]
Jadwal pembaruan
Google menyediakan pembaruan utama bagi versi Android, dengan jangka waktu setiap enam sampai sembilan bulan. Sebagian besar perangkat mampu menerima pembaruan melalui udara (OTA).[70] Pembaruan utama terbaru adalah Android 6.0 Marshmallow.[71]
Dibandingkan dengan sistem operasi seluler saingan utamanya, yaitu iOS, pembaruan Android biasanya lebih lambat diterima oleh perangkat penggunanya. Untuk perangkat selain merek Nexus, pembaruan biasanya baru bisa diterima dalam waktu berbulan-bulan setelah dirilisnya versi resmi.[72] Hal ini disebabkan oleh banyaknya variasi perangkat keras Android, sehingga setiap pembaruan harus disesuaikan secara khusus, misalnya: kode sumber resmi Google hanya berjalan pada perangkat Nexus. Porting Android pada perangkat keras tertentu yang dilakukan oleh produsen telepon seluler membutuhkan waktu dan proses, para produsen ini umumnya mengutamakan perangkat terbaru mereka untuk menerima pembaruan, dan mengenyampingkan perangkat lama.[72] Oleh sebab itu, telepon pintar lama sering kali tidak diperbarui jika produsen memutuskan bahwa itu hanya menghabiskan waktu, meskipun sebenarnya perangkat tersebut mampu menerima pembaruan. Masalah ini diperparah ketika produsen menyesuaikan Android dengan antarmuka dan aplikasi ciptaan mereka, yang mana ini harus diterapkan kembali untuk setiap perilisan terbaru. Penundaan lainnya juga bisa disebabkan oleh operator nirkabel; setelah menerima pembaruan dari produsen ponsel, operator akan menyesuaikannya dengan kebutuhan mereka, misalnya melakukan pengujian ekstensif terhadap jaringan sebelum mengirim pembaruan kepada pengguna.[72]
Kurangnya dukungan pasca-penjualan dari produsen ponsel dan operator telah menimbulkan kritikan dari para konsumen dan media teknologi.[73][74] Beberapa pengkritik menyatakan bahwa industri memiliki motif keuangan untuk tidak memperbarui perangkat mereka, seperti tidak adanya pembaruan bagi perangkat lama dan memperbarui perangkat yang baru dengan tujuan meningkatkan penjualan,[75] sikap yang mereka sebut "menghina".[74] The Guardian melaporkan bahwa metode pembaruan yang rumit terjadi karena produsen ponsel dan operator-lah yang telah merancangnya seperti itu.[74] Pada 2011, Google, yang bekerja sama dengan sejumlah perusahaan industri, membentuk "Android Update Alliance", dengan janji bahwa mereka akan memberikan pembaruan secara tepat waktu bagi setiap perangkat dalam jangka 18 bulan setelah dirilisnya versi resmi.[76] Sejak didirikan hingga tahun 2013, organisasi ini tak pernah disebut-sebut lagi.[72] Google kemudian mulai memperbarui aplikasinya, termasuk Google Maps dan Google Play Music, sebagai aplikasi independen yang terpisah dari Android, dan juga memperkenalkan komponen tingkat-sistem yang menyediakan API bagi aplikasi Google, yang terpasang otomatis dan diperbarui secara langsung oleh Google melalui Google Play, serta mendukung hampir semua perangkat Android dengan versi di atas 2.2.[77]
Kernel Linux
Hingga November 2013, Android menggunakan kernel yang berbasis kernel Linux versi 3.x (versi 2.6 pada Android 4.0 Ice Cream Sandwich dan pendahulunya). Peranti tengah, perpustakaan perangkat lunak, dan API ditulis dalam C, dan perangkat lunak aplikasi berjalan pada kerangka kerja aplikasi, termasuk perpustakan kompatibel-Java yang berbasis Apache Harmony. Android menggunakan mesin virtual Dalvik dengan kompilasi tepat waktu untuk menjalankan 'dex-code' Dalvik (Dalvik Executable), biasanya diterjemahkan dari bytecode Java.[78]
Arsitektur kernel Linux pada Android telah diubah oleh Google, berbeda dengan siklus pengembangan kernel Linux biasa.[79] Secara standar, Android tidak memiliki X Window System asli ataupun dukungan set lengkap dari perpustakaan GNU standar. Oleh sebab itu, sulit untuk memporting perpustakaan atau aplikasi Linux pada Android.[80] Dukungan untuk aplikasi simpel C dan SDL bisa dilakukan dengan cara menginjeksi shim Java dan menggunakan JNI,[81] misalnya pada port Jagged Alliance 2 untuk Android.[82]
Salah satu fitur yang coba disumbangkan oleh Google untuk kernel Linux adalah fitur manajemen daya yang disebut "wakelocks", tetapi fitur ini ditolak oleh pengembang kernel utama karena mereka merasa bahwa Google tidak menunjukkan niatnya untuk mengembangkan kodenya sendiri.[83][84][85] Pada bulan April 2010, Google mengumumkan bahwa mereka akan menyewa dua karyawan untuk mengembangkan komunitas kernel Linux.[86] Namun, Greg Kroah-Hartman, pengelola kernel Linux versi stabil, menyatakan pada bulan Desember 2010; ia khawatir bahwa Google tak lagi berusaha untuk mengubah kode utama Linux.[84] Beberapa pengembang Android di Google mengisyaratkan bahwa "tim Android sudah mulai jenuh dengan proses ini", karena mereka hanyalah tim kecil dan dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang mendesak demi keberlangsungan Android.[87]
Pada Agustus 2011, Linus Torvalds menyatakan: "akhirnya Android dan Linux akan kembali pada kernel umum, tetapi mungkin untuk empat atau lima tahun kedepan".[88] Pada Desember 2011, Greg Kroah-Hartman mengumumkan dimulainya Android Mainlining Project, yang bertujuan untuk mengembalikan beberapa pemacu, patch, dan fitur Android pada kernel Linux, yang dimulai dengan Linux 3.3.[89] Setelah upaya sebelumnya gagal, Linux akhirnya menyertakan fitur wakelocks dan autosleep pada kernel 3.5. Antarmukanya masih sama, tetapi implementasi Linux yang baru memiliki dua mode suspend (penangguhan) berbeda: penangguhan ke penyimpanan (penangguhan tradisional yang digunakan oleh Android), dan penangguhan ke cakram (hibernasi, serupa dengan fitur yang ada pada desktop).[90] Penyertaan fitur baru ini akan rampung pada Kernel 3.8, Google telah membuka repositori kode publik yang berisi karya eksperimental mereka untuk mendesain ulang Android dengan Kernel 3.8.[91]
Memori kilat (flash storage) pada perangkat Android dibagi menjadi beberapa partisi, misalnya "/system" untuk sistem operasi, dan "/data" untuk pemasangan aplikasi dan data pengguna.[92] Berbeda dengan distribusi desktop Linux, pemilik perangkat Android tidak diberikan akses root pada sistem operasi, dan partisi sensitif seperti /system bersifat hanya-baca. Namun, akses root dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan kelemahan keamanan pada Android, cara ini sering digunakan oleh komunitas sumber terbuka untuk meningkatkan kinerja perangkat mereka,[93] tetapi bisa juga dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan virus dan perangkat perusak.[94]
Terkait dengan masalah apakah Android bisa digolongkan ke dalam distribusi Linux masih diperdebatkan secara luas.[95] Linux Foundation dan Chris DiBona,[96] kepala sumber terbuka Google, mendukung hal ini. Sedangkan yang lainnya, seperti teknisi Google Patrick Brady, menentangnya, ia beralasan bahwa Android kurang mendukung sebagian besar perkakas GNU, termasuk glibc.[97]
Komunitas sumber terbuka
Android memiliki komunitas pengembang dan penggemar aktif yang menggunakan kode sumber Android untuk mengembangkan dan mendistribusikan versi modifikasi Android buatan mereka.[98] Komunitas pengembang ini sering kali memberikan pembaruan dan fitur-fitur baru bagi perangkat lebih cepat jika dibandingkan dengan produsen/operator, meskipun pembaruan tersebut tidak menjalani pengujian ekstensif atau tidak memiliki jaminan kualitas.[15] Mereka berupaya untuk terus memberikan dukungan bagi perangkat-perangkat lama yang tak lagi menerima pembaruan resmi, ataupun memodifikasi perangkat Android agar bisa berjalan dengan menggunakan sistem operasi lain, misalnya HP TouchPad. Komunitas ini sering kali merilis pembaruan bagi perangkat pra-rooted, dan berisi modifikasi yang tidak cocok bagi pengguna non-teknis, misalnya kemampuan untuk overclock atau over/undervolt prosesor perangkat.[99] CyanogenMod adalah perangkat tegar (firmware) komunitas yang paling banyak digunakan, dan menjadi dasar bagi sejumlah firmware lainnya.[100]
Secara historis, produsen perangkat dan operator seluler biasanya tidak mendukung pengembangan firmware oleh pihak ketiga. Produsen khawatir bahwa akan muncul fungsi yang tidak sesuai jika perangkat menggunakan perangkat lunak yang tidak resmi, sehingga akan menyebabkan munculnya biaya tambahan.[101] Selain itu, firmware modifikasi seperti CyanogenMod kadang-kadang menawarkan fitur yang membuat operator harus mengeluarkan biaya premium, misalnya tethering. Akibatnya, kendala teknis seperti terkuncinya pengebutan (bootloader) dan terbatasnya akses root umumnya bisa ditemui di kebanyakan perangkat Android. Namun, perangkat lunak buatan komunitas pengembang semakin populer, dan setelah Kongres Pustakawan Amerika Serikat mengizinkan "jailbreaking" perangkat seluler,[102] produsen ponsel dan operator mulai memperlunak sikap mereka terhadap pengembang pihak ketiga. Beberapa produsen ponsel, termasuk HTC,[103] Motorola,[104] Samsung[105][106] dan Sony,[107] mulai memberikan dukungan dan mendorong pengembangan perangkat lunak pihak ketiga. Sebagai hasilnya, kendala pembatasan perangkat keras untuk memasang perangkat tegar tidak resmi mulai berkurang secara bertahap setelah meningkatnya jumlah perangkat yang memiliki kemampuan untuk membuka bootloader, sama dengan seri ponsel Nexus, meskipun pengguna harus kehilangan garansi perangkat mereka jika melakukannya.[101] Akan tetapi, meskipun produsen ponsel telah menyetujui pengembangan perangkat lunak pihak ketiga, beberapa operator seluler di Amerika Serikat masih mewajibkan ponsel penggunanya untuk "dikunci".[108]
Kemampuan untuk membuka dan meretas sistem pada telepon pintar dan tablet terus menjadi sumber perdebatan antar komunitas pengembang dan industri; komunitas beralasan bahwa pengembangan tidak resmi dilakukan karena industri gagal memberikan pembaruan yang tepat waktu bagi pengguna, atau untuk tetap melanjutkan dukungan versi terbaru bagi perangkat lama mereka.[108]
Keamanan dan privasi
Aplikasi Android berjalan di sandbox, sebuah area terisolasi yang tidak memiliki akses pada sistem, kecuali izin akses yang secara eksplisit diberikan oleh pengguna ketika memasang aplikasi. Sebelum memasang aplikasi, Play Store akan menampilkan semua izin yang diperlukan, misalnya: sebuah permainan perlu mengaktifkan getaran atau menyimpan data pada Kartu SD, tetapi tidak perlu izin untuk membaca SMS atau mengakses buku telepon. Setelah meninjau izin tersebut, pengguna dapat memilih untuk menerima atau menolaknya, dan bisa memasang aplikasi hanya jika mereka menerimanya.[109]
Sistem sandbox dan perizinan pada Android bisa mengurangi dampak kerentanan terhadap bug pada aplikasi, tetapi ketidaktahuan pengembang dan terbatasnya dokumentasi telah menghasilkan aplikasi yang secara rutin meminta izin yang tidak perlu, sehingga mengurangi efektivitasnya.[110] Beberapa perusahaan keamanan perangkat lunak seperti Avast, Lookout Mobile Security,[111] AVG Technologies,[112] dan McAfee,[113] telah merilis perangkat lunak antivirus ciptaan mereka untuk perangkat Android. Perangkat lunak ini sebenarnya tidak bekerja secara efektif karena sandbox juga bekerja pada aplikasi tersebut, sehingga membatasi kemampuannya untuk memindai sistem secara lebih mendalam.[114]
Hasil penelitian perusahaan keamanan Trend Micro menunjukkan bahwa penyalahgunaan layanan premium adalah tipe perangkat perusak (malware) paling umum yang menyerang Android; pesan teks akan dikirim dari ponsel yang telah terinfeksi ke nomor telepon premium tanpa persetujuan atau sepengetahuan pengguna.[115] Perangkat perusak lainnya akan menampilkan iklan yang tidak diinginkan pada perangkat, atau mengirim informasi pribadi pada pihak ketiga yang tak berwenang.[115] Ancaman keamanan pada Android dilaporkan tumbuh secara bertahap, tetapi teknisi di Google menyatakan bahwa perangkat perusak dan ancaman virus pada Android hanya dibesar-besarkan oleh perusahaan antivirus untuk alasan komersial,[116][117] dan menuduh industri antivirus memanfaatkan situasi tersebut untuk menjual produknya kepada pengguna.[116] Google menegaskan bahwa keberadaan perangkat perusak berbahaya pada Android sebenarnya sangat jarang,[117] dan survei yang dilakukan oleh F-Secure menunjukkan bahwa hanya 0,5% dari perangkat perusak Android yang berasal dari Google Play.[118]
Google baru-baru ini menggunakan pemindai perangkat perusak Google Bouncer untuk mengawasi dan memindai aplikasi di Google Play.[119] Tindakan ini bertujuan untuk menandai aplikasi yang mencurigakan dan memperingatkan pengguna atas potensi masalah pada aplikasi sebelum mereka mengunduhnya.[120] Android versi 4.2 Jelly Bean dirilis pada tahun 2012 dengan fitur keamanan yang ditingkatkan, termasuk pemindai perangkat perusak yang disertakan dalam sistem; pemindai ini tidak hanya memeriksa aplikasi yang dipasang dari Google Play, tetapi juga bisa memindai aplikasi yang diunduh dari situs-situs pihak ketiga. Sistem akan memberikan peringatan yang memberitahukan pengguna ketika aplikasi mencoba mengirim pesan teks premium, dan memblokir pesan tersebut, kecuali jika pengguna mengizinkannya.[121]
Telepon pintar Android memiliki kemampuan untuk melaporkan lokasi titik akses Wi-Fi, terutama jika pengguna sedang bepergian, untuk menciptakan basis data yang berisi lokasi fisik dari ratusan juta titik akses tersebut. Basis data ini membentuk peta elektronik yang bisa memosisikan lokasi telepon pintar. Hal ini memungkinkan pengguna untuk menjalankan aplikasi seperti Foursquare, Google Latitude, Facebook Places, dan untuk mengirimkan iklan berbasis lokasi.[122] Beberapa perangkat lunak pemantau pihak ketiga juga bisa mendeteksi saat informasi pribadi dikirim dari aplikasi ke server jarak jauh.[123][124] Sifat sumber terbuka Android memungkinkan perusahaan keamanan untuk menyesuaikan perangkat dengan penggunaan yang sangat aman. Misalnya, Samsung bekerja sama dengan General Dynamics melalui proyek "Knox" Open Kernel Labs.[125][126]
Pada September 2013, terungkap bahwa badan intelijen Amerika Serikat dan Britania; NSA dan Government Communications Headquarters (GCHQ), memiliki akses terhadap data pengguna pada perangkat iPhone, Blackberry, dan Android. Mereka bisa membaca hampir keseluruhan informasi pada telepon pintar, termasuk SMS, lokasi, surel, dan catatan.[127]
Lisensi
Kode sumber untuk Android tersedia di bawah lisensi perangkat lunak sumber terbuka dan bebas. Google menerbitkan sebagian besar kode (termasuk kode jaringan dan telepon) di bawah Lisensi Apache versi 2.0.[128][129][130] Sisanya, perubahan kernel Linux berada di bawah GNU General Public License versi 2. Open Handset Alliance mengembangkan perubahan kernel Linux dengan kode sumber terbuka yang dipubikasikan setiap saat. Selebihnya, Android dikembangkan secara pribadi oleh Google, dengan kode sumber yang diterbitkan untuk umum ketika versi baru diluncurkan. Biasanya Google bekerja sama dengan produsen perangkat keras untuk mengembangkan sebuah perangkat "andalan" (misalnya seri Google Nexus) yang disertai dengan versi baru Android, kemudian menerbitkan kode sumbernya setelah perangkat tersebut dirilis.[131]
Pada awal 2011, Google memilih untuk menahan sementara kode sumber Android untuk tablet yang dirilis dengan versi 3.0 Honeycomb. Menurut Andy Rubin dalam sebuah posting blog resmi Android, alasannya karena Honeycomb dirilis untuk berjalan pada produk Motorola Xoom,[132] dan Google tidak ingin pihak ketiga "memperburuk pengalaman pengguna" dengan mencoba mengoperasikan versi Android yang ditujukan untuk tablet pada telepon pintar.[133] Kode sumber tersebut akhirnya dipublikasikan pada bulan November 2011 dengan dirilisnya Android 4.0 Ice Cream Sandwich.[134]
Meskipun bersifat terbuka, produsen perangkat tidak bisa menggunakan merek dagang Android Google seenaknya, kecuali Google menyatakan bahwa perangkat tersebut sesuai dengan Compatibility Definition Document (CDD) mereka. Perangkat juga harus memenuhi lisensi persyaratan aplikasi sumber tertutup Google, termasuk Google Play.[135] Richard Stallman dan Free Software Foundation telah mengkritik mengenai rumitnya permasalahan merek Android ini, dan merekomendasikan sistem operasi alternatif seperti Replicant.[136][137] Mereka berpendapat bahwa pemacu peranti dan perangkat tegar yang diperlukan untuk mengoperasikan Android bersifat eksklusif, dan Google Play juga menawarkan perangkat lunak berbayar.
Penerimaan
Android disambut dengan hangat ketika diresmikan pada tahun 2007. Meskipun para analis terkesan dengan perusahaan teknologi ternama yang bermitra dengan Google untuk membentuk Open Handset Alliance, masih diragukan apakah para produsen ponsel akan bersedia mengganti sistem operasinya dengan Android.[138] Gagasan mengenai sumber terbuka dan platform pengembangan berbasis Linux telah menarik minat para pakar teknologi,[139] tetapi juga muncul kekhawatiran mengenai persaingan ketat yang akan dihadapi Android dengan pemain mapan di pasar telepon pintar seperti Nokia dan Microsoft.[140] Nokia menanggapinya dengan menyatakan: "kami tidak melihat ini sebagai ancaman,"[141] sementara salah satu anggota tim Windows Mobile Microsoft menyatakan: "Saya tidak mengerti, dampak apa yang akan mereka hasilkan."[141]
Android dengan cepat tumbuh menjadi sistem operasi telepon pintar yang paling banyak digunakan,[14] dan menjadi "salah satu sistem operasi seluler tercepat yang pernah ada."[142] Para peninjau memuji sifat sumber terbuka Android sebagai salah satu kekuatan yang menentukan keberhasilannya, memungkinkan perusahaan-perusahaan seperti Amazon (Kindle Fire), Barnes & Noble (Nook), Ouya, Baidu, dan yang lainnya, untuk berbondong-bondong merilis perangkat lunak dan perangkat keras yang bisa beroperasi pada versi Android. Alhasil, situs teknologi Ars Technica menyebut Android sebagai "sistem operasi standar untuk meluncurkan perangkat keras baru" bagi perusahaan tanpa harus memiliki platform seluler sendiri.[14] Sifat Android yang terbuka dan fleksibel juga dinikmati oleh pengguna: Android memungkinkan penggunanya untuk mengkustomisasi perangkatnya secara ekstensif, dan aplikasi juga tersedia bebas di toko aplikasi non-Google dan di situs-situs pihak ketiga. Faktor ini menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki oleh ponsel Android jika dibandingkan dengan ponsel lainnya.[14][143]
Meskipun Android sangat populer, dengan tingkat aktivasi perangkat tiga kali lipat lebih tinggi dari iOS, ada laporan yang menyatakan bahwa Google belum mampu memanfaatkan produk mereka secara maksimal, dan layanan web pada akhirnya mengubah Android menjadi penghasil uang, seperti yang telah diperkirakan oleh para analis sebelumnya.[144] The Verge berpendapat bahwa Google telah kehilangan kontrol terhadap Android karena luasnya kustomisasi yang bisa dilakukan oleh pengembang dan pengguna, juga karena tingginya proliferasi aplikasi dan layanan non-Google – misalnya Amazon Kindle Fire mengarahkan pengguna untuk mengunjungi Amazon app store, yang bersaing langsung dengan Google Play. SVP Google, Andy Rubin, yang posisinya sebagai kepala divisi Android digantikan pada bulan Maret 2013, disalahkan karena gagal dalam membangun kemitraan yang sehat dengan para produsen ponsel. Pemimpin utama produk-produk Android di pasar global adalah Samsung; salah satu produknya, Galaxy, berperan penting dalam pengenalan merek Android sejak tahun 2011.[145][146] Sedangkan produsen ponsel Android lainnya seperti LG, HTC, dan Motorola Mobility milik Google, telah berjuang keras untuk memasarkan produknya sejak tahun 2011. Ironisnya, di saat Google tidak mendapatkan apapun dari hasil penjualan produk Android secara langsung, Microsoft dan Apple malah berhasil memenangkan gugatan atas pembayaran royalti paten dari produsen perangkat Android.[145]
Android juga dikatakan sangat "terfragmentasi",[147] yaitu suatu kondisi saat berbagai perangkat Android, baik dari segi variasi perangkat keras dan perbedaan perangkat lunak yang berjalan, ditugaskan untuk mengembangkan aplikasi agar bisa berjalan secara konsisten, lebih rumit jika dibandingkan dengan iOS, yang aplikasinya kurang bervariasi.[148] Sebagai contoh, menurut data OpenSignal pada Juli 2013, terdapat 11.868 model perangkat Android dengan berbagai ukuran layar dan versi Android, sedangkan sebagian besar pengguna iOS menggunakan perangkat iPhone dengan versi terbaru.[148][149]
Tablet
Meskipun sukses di telepon pintar, pengadopsian Android untuk komputer tablet awalnya berjalan lambat.[150] Salah satu penyebab utamanya adalah adanya situasi yang dikenal dengan "ayam atau telur", yaitu kondisi ketika konsumen ragu-ragu untuk membeli tablet Android karena kurangnya aplikasi tablet yang berkualitas tinggi, sementara di sisi lain, para pengembang juga ragu-ragu untuk menghabiskan waktu dan sumber daya mereka untuk mengembangkan aplikasi tablet sampai tersedianya pasar yang signifikan bagi produk tersebut.[151][152] Konten dan "ekosistem" aplikasi terbukti lebih penting jika dibandingkan dengan spesifikasi perangkat keras setelah dimulainya penjualan tablet. Karena kurangnya aplikasi untuk tablet pada 2011, tablet Android awalnya terpaksa harus memasang aplikasi yang diperuntukkan bagi telepon pintar, sehingga ukuran layarnya tidak cocok dengan layar tablet yang besar. Selain itu, lambannya pertumbuhan tablet Android juga disebabkan oleh dominasi iPad Apple yang memiliki banyak aplikasi iOS yang kompatibel dengan tablet.[152][153]
Pertumbuhan aplikasi tablet Android perlahan-lahan mulai meningkat. Pada saat yang bersamaan, sejumlah besar tablet yang menggunakan sistem operasi lain seperti HP TouchPad dan BlackBerry PlayBook juga dirilis ke pasaran untuk memanfaatkan keberhasilan iPad.[152] InfoWorld menjuluki bisnis ini dengan sebutan "bisnis Frankenphone"; suatu peluang investasi rendah jangka pendek yang memaksakan penggunaan OS telepon pintar Android yang dioptimalkan (sebelum Android 3.0 Honeycomb untuk tablet dirilis) pada perangkat dengan mengabaikan antarmuka pengguna. Pendekatan ini gagal meraih traksi pasar dengan konsumen serta memperburuk reputasi tablet Android.[154][155] Terlebih lagi, beberapa tablet Android seperti Motorola Xoom dibanderol dengan harga yang sama, atau lebih mahal dari iPad, yang semakin memperburuk penjualan. Pengecualian ada pada Kindle Fire Amazon, yang dijual dengan harga lebih murah dan kemampuan untuk mengakses konten dan "ekosistem" aplikasi Amazon.[152][156]
Hal ini mulai berubah pada tahun 2012 dengan dirilisnya Nexus 7, dan adanya dorongan dari Google kepada para pengembang untuk menciptakan aplikasi tablet yang lebih baik.[157] Pangsa pasar tablet Android akhirnya berhasil menyalip iPad pada pertengahan 2012.[158]
Pangsa pasar
Perusahaan riset Canalys memperkirakan bahwa pada kuartal kedua 2009, Android memiliki pangsa penjualan telepon pintar sebesar 2,8% di seluruh dunia.[159] Pada kuartal keempat 2010, jumlah ini melonjak menjadi 33%, menjadi platform telepon pintar terlaris di dunia.[12] Hingga kuartal ketiga 2011, Gartner memperkirakan lebih dari setengah (52,5%) pasar telepon pintar global dikuasai oleh Android.[160] Menurut IDC, pada kuartal ketiga 2012, Android menguasai 75% pangsa pasar telepon pintar global.[161]
Pada bulan Juli 2011, Google mengungkapkan bahwa terdapat 550.000 perangkat Android baru yang diaktifkan setiap harinya,[162] meningkat dari 400.000 per hari pada bulan Mei,[163] dan secara total, lebih dari 100 juta perangkat Android telah diaktifkan di seluruh dunia,[164] dengan pertumbuhan 4,4% per minggu.[162] Pada bulan September 2012, 500 juta perangkat Android telah diaktifkan, dengan 1,3 juta aktivasi per hari.[165][166] Pada Mei 2013, di Google I/O, Sundar Pichai mengumumkan bahwa total perangkat Android yang telah diaktifkan berjumlah 900 juta.[167]
Pangsa pasar Android bervariasi menurut lokasi. Pada bulan Juli 2012, pangsa pasar Android di Amerika Serikat adalah 52%,[168] dan meningkat hingga 90 % di RRT.[169] Selama kuartal ketiga 2012, pangsa pasar telepon pintar Android di seluruh dunia adalah 75%,[161] dengan total perangkat yang diaktifkan berjumlah 750 juta dan 1,5 juta aktivasi per hari.[166]
Pada bulan Maret 2013, pangsa Android di pasar telepon pintar global dipimpin oleh produk-produk Samsung, yakni sebesar 64%. Perusahaan riset pasar, Kantar, melaporkan bahwa platform besutan Google menyumbang lebih dari 70% dari seluruh penjualan perangkat telepon pintar di RRT selama periode ini. Masih pada periode yang sama, tingkat loyalitas terhadap penggunaan produk-produk Samsung di Inggris (59%) adalah yang tertinggi kedua setelah Apple (79%).[16]
Hingga November 2013, pangsa pasar Android dikabarkan telah mencapai 80%. Dari 261,1 juta telepon pintar yang terjual pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2013, sekitar 211 juta di antaranya adalah perangkat Android.[170]
Penggunaan platform
Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi. Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia. |
Ice Cream Sandwich (1.4%)
Tabel di bawah ini menampilkan data mengenai persentase jumlah perangkat Android yang mengakses Google Play baru-baru ini, dan menjalankan platform Android versi tertentu hingga tanggal 9 September 2014. Android 4.1/4.2/4.3 Jelly Bean adalah versi Android yang paling banyak digunakan, yakni sekitar 53,7% dari keseluruhan perangkat Android di seluruh dunia.[171]
Pembajakan aplikasi
Ada beberapa kekhawatiran mengenai mudahnya aplikasi berbayar Android untuk dibajak.[174] Pada bulan Mei 2012, Eurogamer, pengembang Football Manager, menyatakan bahwa rasio pemain bajakan vs pemain asli adalah 9:1 pada permainan buatan mereka.[175] Namun, tidak semua pengembang mempermasalahkan tingkat pembajakan ini; pada Juli 2012, pengembang permainan Wind-up Knight mengungkapkan bahwa tingkat pembajakan pada permainan mereka hanya 12%, dan sebagian besarnya berasal dari Cina, negara yang pengguna Androidnya tidak bisa membeli aplikasi dari Google Play.[176]
Pada 2010, Google merilis sebuah alat yang berfungsi memvalidasi pembelian resmi untuk digunakan dalam aplikasi, tetapi pengembang mengeluh bahwa hal itu tidak cukup efisien. Google menjawab bahwa alat tersebut dimaksudkan sebagai kerangka sampel bagi para pengembang untuk memodifikasi dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan mereka, bukan sebagai solusi untuk mengakhiri pembajakan.[177] Pada tahun 2012, Google merilis sebuah fitur dalam Android 4.1 yang mengenskripsikan aplikasi berbayar sehingga aplikasi tersebut hanya bisa berjalan pada perangkat tempat mereka dibeli, kemudian fitur ini dinonaktifkan untuk sementara karena masalah teknis.[178]
Masalah hukum
Baik Android maupun produsen ponsel Android telah terlibat dalam berbagai kasus hukum paten. Pada tanggal 12 Agustus 2010, Oracle menggugat Google atas tuduhan pelanggaran hak cipta dan paten yang berhubungan dengan bahasa pemrograman Java.[179] Oracle awalnya menuntut ganti rugi sebesar $6,1 miliar.[180] Namun, tuntutan ini ditolak oleh pengadilan federal Amerika Serikat yang meminta Oracle untuk merevisi gugatannya.[181] Sebagai tanggapan, Google mengajukan beberapa pembelaan, mengklaim bahwa Android tidak melanggar paten atau hak cipta Oracle, bahwa paten Oracle tidak valid, dan beberapa pembelaan lainnya. Pihak Oracle menyatakan bahwa Android berbasis pada Apache Harmony, implementasi clean room perpustakaan kelas Java, dan secara independen mengembangkan mesin virtual yang disebut Dalvik.[182] Pada bulan Mei 2012, juri dalam kasus ini menemukan bahwa Google tidak melanggar paten Oracle, dan hakim memutuskan bahwa struktur API Java yang digunakan oleh Google tidak memiliki hak cipta.[183][184]
Selain tuntutan secara langsung terhadap Google, berbagai "perang proksi" juga dilancarkan terhadap Android secara tidak langsung dengan menargetkan produsen perangkat Android, dengan tujuan untuk memperkecil peluang produsen tersebut mengadopsi platform Android dan meningkatkan biaya peluncuran produk Android ke pasaran.[185] Apple dan Microsoft menggugat beberapa produsen perangkat Android terkait masalah pelanggaran paten; tuntutan Apple yang berkepanjangan terhadap Samsung menjadi kasus yang sangat terpublikasi. Pada Oktober 2011, Microsoft mengungkapkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian lisensi paten dengan sepuluh produsen ponsel yang produk-produknya menguasai 55% pasar global perangkat Android,[186] termasuk Samsung dan HTC.[187] Kasus pelanggaran paten antara Samsung dan Microsoft berakhir dengan kesepakatan bahwa Samsung akan mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengembangkan dan memasarkan ponsel dengan sistem operasi Windows Phone besutan Microsoft.[185]
Google secara terbuka menyatakan kefrustrasiannya dalam menghadapi gugatan pelanggaran paten di Amerika Serikat, menuduh bahwa Apple, Oracle, dan Microsoft sedang berupaya untuk melemahkan kedigjayaan Android melalui litigasi paten, alih-alih berinovasi dan bersaing dengan cara menciptakan produk dan layanan yang lebih baik.[188] Pada 2011-2012, Google membeli Motorola Mobility seharga $12,5 miliar. Upaya ini dipandang sebagai langkah pertahanan Google untuk melindungi Android, karena Motorola Mobility memegang lebih dari 17.000 hak paten.[189] Pada Desember 2011, Google juga membeli lebih dari seribu paten dari IBM.[190]
Pada 2013, Fairsearch, sebuah organisasi yang didukung oleh Microsoft, Oracle, dan lainnya, mengajukan keluhan terhadap Android pada Komisi Eropa, menyatakan bahwa distribusi perangkat Android yang bebas biaya merupakan bentuk persaingan harga anti-kompetitif. Free Software Foundation Europe, yang didonori Google, membantah tuduhan Fairsearch.[191]
Penggunaan di perangkat lain
Sifat Android yang terbuka dan bisa dikustomisasi menyebabkan sistem operasi ini juga digunakan pada perangkat elektronik lainnya, termasuk laptop dan netbook, smartbook,[192] Smart TV (Google TV), dan kamera (Nikon Coolpix S800c dan Galaxy Camera).[193][194] Selain itu, sistem operasi Android juga mengembangkan aplikasinya pada kacamata pintar (Google Glass), jam tangan,[195] penyuara kuping,[196] CD mobil dan pemutar DVD,[197] cermin,[198] pemutar media portabel,[199] jaringan tetap,[200] dan telepon VoIP.[201] Ouya, sebuah konsol permainan video yang menggunakan sistem operasi Android, menjadi salah satu produk Kickstarter yang paling sukses, didanai sebesar $8,5 juta untuk pengembangannya, yang kemudian diikuti oleh konsol permainan video berbasis Android lainnya seperti Project Shield besutan Nvidia.[202][203]
Pada tahun 2011, Google memperkenalkan "Android@Home", teknologi otomatis baru yang memanfaatkan Android untuk mengontrol beberapa alat-alat rumah tangga seperti kontak lampu, soket listrik, dan termostat.[204] Mengontrol lampu dikatakan dapat dikendalikan dari ponsel atau tablet Android. Pimpinan Android Andy Rubin menegaskan bahwa "menyalakan dan mematikan lampu bukanlah hal yang baru, Google berpikir lebih ambisius dan tujuannya adalah untuk menggunakan posisinya sebagai penyedia jasa awan guna membawa produk-produk Google ke rumah pelanggan."[205]
Pada bulan Agustus 2011, Parrot meluncurkan sistem stereo mobil dengan platform Android, yang dikenal dengan Asteroid dan dilengkapi dengan perintah suara.[206][207] Pada September 2013, Clarion merilis sistem stereo mobil dengan platform Android yang lebih maju, yang dikenal dengan AX1 dan Mirage, menggunakan Android 2.3.7 dan 2.2 (Gingerbread) dan dilengkapi dengan navigasi berbasis GPS, layar 6,5 inci, dan berbagai pilihan untuk akses data nirkabel.[208][209]
Berbagai perangkat lainnya, meskipun tidak menggunakan Android, juga dirancang dengan antarmuka yang berfungsi sebagai pendamping atau pelengkap bagi perangkat Android, misalnya SmartWatch Sony atau Galaxy Gear Samsung.[203]
Lihat juga
Catatan
Referensi
Pranala luar
Umum | |
---|---|
Peranti lunak | |
Budaya | |
Peranti | |
Lingkungan dan kesehatan |
|
Hukum | |
Jaringan |
Umum | |
---|---|
Perpustakaan nasional | |
Lain-lain |